Review Buku Rentang Kisah, Gita Savitri Devi

December 01, 2017
Review Buku Rentang Kisah Gita Sav


Judul : Rentang Kisah
Penulis : Gita Savitri Devi
Penerbit : Gagasmedia
Tahun terbit : 2017



"Apa tujuan hidupmu?"

Kalimat pertama yang saya baca pada cover belakang buku 'Rentang Kisah' karya Gita Savitri Devi. Sebuah pertanyaan pas mengena di hati dan pikiran. Saya tidak tahu sebelumnya tentang sosok Gita yang ternyata seorang vlogger. Namun dengan hanya membaca deskprisi buku di bagian cover belakang, meyakinkan diri untuk membeli karya setebal 208 halaman ini.

'Rentang Kisah' bercerita dengan gaya bahasa sederhana dan ringan. Tak banyak neko-neko dan gamblang sehingga satu haripun cukup untuk melahap satu karya ini. Sebuah buku yang menceritakan rentang kehidupan sang penulis sejak SMA hingga mengenyam perguruan tinggi di Jerman. Bagaimana mbak Gita menjalani masa pergulatan dirinya, tak sepaham dengan sang ibu, pergolakan saat kuliah, tempat baru, hati, hingga agama.

Ada banyak cerita yang mengena di diri. Ada banyak kisah yang membuat kepala saya tak berhenti mengangguk setuju. Maka kali ini, saya mencoba mengambil ulasan atau review dari buku 'Rentang Kisah' karya Gita Savitri Devi.


**You can find the English version of this article here.



1. Mimpi dan Realita
Masih banyak yang belum tahu mau apa setelah lulus SMA? Kalau kuliah, jurusan apa yang harus diambil?

Pertanyaan sama yang datang di benak mbak Gita mengawali kisah buku ini. Setelah perseteruan dengan ibunya, ia kini dihadapkan dengan keputusan melanjutkan pendidikan. Tanpa tujuan hidup, alhasil hanya ikut-ikutan teman lain masuk bimbingan belajar perguruan tinggi. Hingga untuk kali pertama, ia tahu dengan jelas arah dan tujuan serta bagaimana cara mencapainya.

Namun kenyataan berkata lain, banyak mimpi yang tidak sesuai dengan realita. Hal ini juga dialami oleh mbak Gita. Setelah yakin dan diterima di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia, ia melepas kesempatan itu dan memutuskan untuk bersekolah di Jerman.



2. Sekolah di Luar Negeri = Senang-Senang?
Begitu yang kelihatannya di sosial media, bukan? Merasakan empat musim, ketemu orang dari belahan dunia manapun, bepergian ke sana-sini. Kesannya seperti berwisata ke luar negeri.

Dengan gamblang, mbak Gita menceritakan pengalamannya belajar keras untuk mendapatkan kampus yang ia inginkan. Dimulai dari satu tahun belajar bahasa dan persiapan ujian masuk. Belum lagi, perjuangan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan bersosialisasi. Lalu apakah perjuangan akan berakhir setelah masuk perguruan tinggi? Tentu tidak. Memangnya mau di-DO dan dideportasi ke Indonesia?


Terus sia-sia dong perjuangan belajar dan uang yang dikeluarkan selama di Jerman?



3. Hati dan Agama
Sebagai seorang Muslim, mbak Gita tentunya menjadi kaum minoritas. Jerman malah menjadi titik balik mbak Gita untuk semakin dekat kepada Islam, hingga memantapkan diri mengenakan hijab. Di sinipun, ia belajar bahwa "we don't get special privilege nor are we treated like crap in Germans. We got enough respect form them and that's all we need."

Ketakutan karena hidup sebagai kaum minoritas di Jerman nampaknya malah tak terjadi di hidup mbak Gita. Ada yang namanya toleransi, bahkan ada perkumpulan belajar Islam di Berlin, Jerman. Pada rentang ini, ia juga dipertemukan dengan pasangannya yang kemudian memeluk Islam sebagai tujuan hidupnya.



4. Life being a Diaspora
Ini bagian kisah yang paling saya sukai, 'Menjadi Seorang Diaspora'. Terlalu banyak anggukan tanda setuju yang saya berikan saat membaca bagian ini.

Menurut KBBI, diaspora adalah masa tercerai-berainya suatu bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia dan bangsa tersebut tidak memiliki negara, misalnya bangsa Yahudi sebelum negara Israel berdiri pada tahun 1948. Dalam konteks pergerakan Indonesia, Diaspora Indonesia merujuk pada penduduk yang menetap di negara lain, dikarenakan berbagai faktor seperti perang atau mencari penghidupan yang lebih baik. Seperti mbak Gita, saya juga pernah hidup satu tahun sebagai Diaspora Indonesia di Korea Selatan tahun 2012 silam. 

Kata siapa tinggal di luar negeri itu tidak memberikan kontribusi bagi negara? Coba rasakan tinggal di negara orang dengan segala kesulitan macam adaptasi dan sosialisasi, namun tetap harus bisa membawa diri dengan label 'Indonesia' di tubuh. Diri yang merepresentatifkan asal negara.






Ini pertama kalinya saya menulis review sebuah buku. Tak ada niat sama sekali untuk menulis sebuah ulasan buku. Namun sama halnya dengan mbak Gita, saya mencoba hal yang belum pernah terlintas dalam pikiran dan mencebloskan diri saja melewati segala proses yang ditawarkan. Buku ini sekaligus menjadi perkenalan saya dengan sosok Gita Savitri Devi.



Keluarlah dari rumahmu. Pergi dan tinggallah di tempat asing, di mana tidak ada orang yang kamu kenal. Karena di situlah, kamu akan banyak belajar. -emmasabatini-




#review #buku #resensibuku #gitasavitridevi #gitasav #rentangkisah

No comments:

Powered by Blogger.