Jejak Anak Gunung Krakatau
Anak Gunung Krakatau adalah salah satu cagar alam yang terdapat di Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Masuk ke dalam Provinsi Lampung, Anak Gunung Krakatau lahir dari letusan Gunung Krakatau di tahun 1883 yang merupakan salah satu gunung aktif di Indonesia.
Ajakan dari seorang kawan untuk mencoba menjelajah gunung ini datang. Walaupun termasuk anak yang lebih suka pantai daripada gunung (maklum saya tidak kuat dingin), saya ikut menuju Anak Gunung Krakatau yang sarat akan cerita geografi.
Sebelum letusan Gunung Krakatau, Selat Sunda yang terdiri dari beberapa pulau kecil juga memiliki 3 gunung aktif yang berada di pulau besar bernama Pulau Rakata. Gunung tersebut adalah Gunung Rakata (atau yang dikenal dengan nama Gunung Krakatau), Gunung Danan, dan Gunung Parbuwatan. Namun, setelah Gunung Rakata meletus pada 26-27 Agustus 1883, tiga perempat tubuhnya hancur dan menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda yang kemudian menjadi bakal Anak Gunung Krakatau. Sedangkan Gunung Danan dan Parbuwutan hancur dan hanya tersisa sebagian Gunung Rakata yang sampai sekarang kita sebut dengan induk Gunung Krakatau dan tidak lagi aktif.
Ajakan dari seorang kawan untuk mencoba menjelajah gunung ini datang. Walaupun termasuk anak yang lebih suka pantai daripada gunung (maklum saya tidak kuat dingin), saya ikut menuju Anak Gunung Krakatau yang sarat akan cerita geografi.
Keberangkatan! |
Sebelum letusan Gunung Krakatau, Selat Sunda yang terdiri dari beberapa pulau kecil juga memiliki 3 gunung aktif yang berada di pulau besar bernama Pulau Rakata. Gunung tersebut adalah Gunung Rakata (atau yang dikenal dengan nama Gunung Krakatau), Gunung Danan, dan Gunung Parbuwatan. Namun, setelah Gunung Rakata meletus pada 26-27 Agustus 1883, tiga perempat tubuhnya hancur dan menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda yang kemudian menjadi bakal Anak Gunung Krakatau. Sedangkan Gunung Danan dan Parbuwutan hancur dan hanya tersisa sebagian Gunung Rakata yang sampai sekarang kita sebut dengan induk Gunung Krakatau dan tidak lagi aktif.
Asal muasal Anak Gunung Krakatau ini membangkitkan rasa penasaran untuk dapat melihat lebih dekat kemegahannya. Ajakan dari teman untuk ikut open trip ke Anak Gunung Krakatau tak mudah saya tolak. Alasannya sederhana, selain penasaran, lokasinya juga tidak terlalu jauh dari tempat saya bekerja. Banyak teman pencinta gunung juga berkata kalau medan yang dilalui tidak sesulit gunung-gunung lain di Indonesia, sehingga menenangkan saya yang belum terlatih untuk menaiki gunung.
Tapi, manatahu bagaimana Anak Gunung Krakatau ini pada tahun-tahun ke depan. Karena menurut berita geologi, gunung ini masih terus bertumbuh tinggi dan menambah luasnya tiap tahun.
Matahari terbit di Pulau Anak Gunung Krakatau |
Menuju Anak Gunung Krakatau |
Penanjakan |
Pemandangan dari Anak Gunung Krakatau |
Selain pendakian, alam di sekitar Anak Gunung Krakatau ini memiliki banyak keindahan. Pulau-pulau kecil tak berpenghuni memiliki pantai yang masih asli, adapun kesempatan untuk melihat alam bawah laut. Bersantai untuk berfoto ataupun snorkeling memang bisa menjadi pilihan saat mengunjungi pulau-pulau yang berada di Selat Sunda ini.
Dua hari berada di area ini, saya berkesempatan untuk mengunjungi Pulau Sebesi untuk menginap yang dihuni oleh masyarakat lokal, Pulau Sebuku besar dan kecil, Pulau Umang-umang, dan Lagoon Cabe sebagai tempat snorkeling terdekat dengan Anak Gunung Krakatau.
Dua hari berada di area ini, saya berkesempatan untuk mengunjungi Pulau Sebesi untuk menginap yang dihuni oleh masyarakat lokal, Pulau Sebuku besar dan kecil, Pulau Umang-umang, dan Lagoon Cabe sebagai tempat snorkeling terdekat dengan Anak Gunung Krakatau.
Perlahan namun pasti, Anak Gunung Krakatau dan pulau sekitarnya di selatan Sumatera telah menjadi bagian dari destinasi wisata para turis lokal hingga mancanegara. Dampak positif yaitu pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di area ini dan perkembangan bagi pariwisata Indonesia. Namun tak bisa dipungkiri bahwa dampak negatif juga akan hadir, bila baik pengunjung maupun masyarakat asli tidak peduli akan lingkungan. Sampah terutama, perusakan ekosistem laut tentunya. Selalu ada sampah yang dihasilkan pada setiap kunjungan, dan selalu ada terumbu karang yang rusak tak sengaja maupun sengaja.
Berwisata boleh, tapi jadilah wisatawan yang cerdas.
Tak perlu menunggu hingga Anak Gunung Krakatau marah dan meletus, bukan?
Lampung, 21-23 April 2017
#catatanperjalanan #emmasabatini #lampung #anakgunungkrakatau #travelphotography #travelwriting
No comments: